Serial Pengembangan Diri
@ Cahyadi Takariawan
Beberapa waktu yang lalu, saya membuat postingan di instagram dan facebook, terkait persoalan menantu dan mertua. Dalam postingan itu, saya akhiri dengan pertanyaan, apa masalah yang Anda hadapi dalam berinteraksi dengan mertua?
Muncul banyak ungkapan di kolom komentar, baik pada akun instagram maupun di facebook. Berikut beberapa persoalan yang dirasakan dalam berinteraksi dengan mertua.
Menantu Tidak Bekerja
Mertua terkadang belum bisa menerima menantu yang tidak bekerja seperti saya. Mertua menginginkan menantu yang bekerja, sehingga bisa membantu ekonomi suami. Keinginan mertua itu memang baik, tapi suami tidak mengizinkan saya bekerja. Ini yang menjadi dilema (Sofi).
Berikutnya, anak lelaki juga harus mampu membuktikan bahwa ketika istrinya tidak bekerja, ia mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya, plus membantu orangtua serta mertiua.
Saya meyakini, apabila anak lelakinya mencukupi kebutuhan hidup dengan layak, ditambah bisa membantu orangtua dan mertua, pasti orangtua dan mertua akan bisa menerima dan memaklumi bahwa menantu perempuan tidak bekerja. Ini adalah hal yang sangat manusiawi.
Terkadang orangtua melihat, semua resources anak lelakinya habis untuk menghidupi istri dan anaknya sendiri. Tidak ada ‘bagian’ untuk membantu dan membahagiakan orangtua. Pada kondisi seperti ini, akan memudahkan muncul kecemburuan. Bahwa menantu perempuan telah ‘menguasai’ semua harta anak lelakinya.
Kurang lebih, orangtua membayangkan, jika menantu perempuan bekerja, maka anak lelakinya bisa memberikan bantuan kepada dirinya. Tetapi karena menantu perempuan tidak bekerja, akhirnya semua penghasilan anak lelaki hanya habis untuk menghidupi keluarga kecilnya. Tidak bisa membantu orangtua dan saudara-saudara kandungnya.
Suasana psikologis seperti ini perlu dimengerti oleh anak dan menantu. Agar tidak menganggap keinginan mertua yang menghendaki menantu perempuan bekerja, sebagai hal yang berlebihan. Sekarang yang paling penting adalah menunjukkan kepada mertua / orangtua, bahwa keluarganya mampu mandiri, plus mampu membantu keperluan orangtua / mertua.

Trauma Mertua, Dilimpahkan kepada Menantu
Tinggal bersama mertua memang perlu effort luar biasa. Terutama kesabaran, pemahaman, pengertian. Awalnya Ibu mertua bersikap kurang baik. Ini seiring waktu saya pahami karena beliau belum clear dengan inner childnya. Beliau pernah mengalami kejadian traumatik yang luarbiasa, termasuk perlakuan kurang menyenangkan dari mertua beliau –di masa lalu.
Saya mensyukuri keberadaan suami saya adalah dari beliau, maka aaya memilih bersabar. Selalu mendoakan beliau dan berusaha selalu berlaku baik terhadap beliau. Ternyata beliau haus kasih sayang. Awalnya beliau sinis dengan hadiah dan segala bentuk perhatian kami. Semua teori bahasa cinta sudah saya gunakan (Dina).
Bahasan
Kisah dinamika hubungan dengan mertua di atas, termasuk kondisi khusus. Karena ibu mertua adalah korban peristiwa traumatik masa lalu. Beliau mendapat perlakuan sangat tidak menyenangkan –salah satunya dai ibu mertua beliau sendiri. Dampaknya, berbagai peristiwa traumatik yang dialaminya, masih membekas dan berpengaruh dalam interaksi dengan menantu.
Bersyukur, sang menantu memiliki sikap sangat sabar. Ia bisa bersikap sangat baik, meskipun kerap menerima sikap dan tindakan yang tidak menyenangkan. Berbagai teori bahasa cinta sudah diaplikasikan untuk menundukkan hati ibu mertua, namun masih disikapi dengan tidak semestinya.
Kesabaran sang menantu menjadi kuncinya. Lantaran menantu terus menerus mendoakan, terus menerus bersikap baik, selalu berusaha mendekat kepada ibu mertua, walau hatinya terluka, ternyata bisa membuat suasana saling pengertian. Sang menantu akhirnya bisa ‘membuka’ jati diri ibu mertua.
Ternyata pernah ada trauma. Ternyata sang ibu mertua haus kasih sayang, yang selama ini tidak didapatkan. Rupanya peristiwa-peristiwa di masa lalu masih begitu kuat memengaruhi diri sang ibu hingga di masa tuanya dan memiliki menantu.
Saran saya adalah, teruskan usaha baik yang sudah menantu lakukan. Kesabaran dan kebaikan Anda jelas sudah membuahkan hasil, meski belum sepenuhnya. Pengertian dan usaha untuk terus mendekat membuat sang ibu mertua merasa lebih nyaman.
Pada titik tertentu nanti, jika ibu mertua sudah semakin terbuka dan percaya dengan menantu, bisa dibantu untuk menyelesaikan trauma yang disandangnya. Ajak ibu mertua mengikuti sesi trauma healing bersama ahlinya. Ini adalah cara menyelesaikan trauma masa lalu yang membuat tidak nyaman kehidupan sang ibu hingga saat ini.

Menantu Dianggap Tidak Bisa Memasak
Hendaknya mertua jangan sok tahu, dan bisa menerima menantu apa adanya. Mertua sering menganggap menantu tidak bisa memasak, padahal bertahun-tahun suami tidak pernah protes dimasakin. Definisi “bisa memasak” pada setiap orang berbeda-beda (Setiyowati).
Bahasan
Persoalan di atas terkait sikap ibu mertua yang kerap menuntut menantu perempuan. Dalam hal ini, menantu perempuan dianggap tidak bisa memasak. Bisa dibayangkan betapa sakit hati menantu perempuan dengan tudingan seperti ini. Bagi perempuan, dianggap tidak bisa memasak, adalah hal yang sangat menyakitkan.
Persoalannya bukan sekedar –apakah dirinya benar-benar bisa memasak atau tidak. Namun tugas memasak itu sendiri, mengapa harus diletakkan kepada dirinya. Dalam setiap keluarga, bisa memiliki pembagian peran sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Boleh saja suami yang bertugas memasak, dan itu sama sekali tidak tercela.
Terlebih bagi perempuan yang merasa dirinya bisa memasak. Disebut tidak bisa memasak adalah penghinaan. Tentu saja ukuran bisa masak pada setiap orang akan berbeda-beda. Antara chef profesional dengan ibu rumah tangga biasa, standarnya pasti berbeda. Antara emak-emak jadul dengan perempuan zaman now, standarnya juga berbeda.
Bagaimana mengomunikasikan hal-hal seperti ini kepada mertua? Lagi-lagi, peran anak laki-laki menjadi sangat vital dalam mendamaikan istri dan ibu kandungnya. Para suami harus sadar sepenuhnya persoalan ini. Maka ia selalu berusaha mendamaikan suasana, dan mendekatkan ibu dan istrinya. Jangan sampai ia melempar situasi itu hanya kepada sang istri.
Suami semakin mendakat kepada ibunya, dan menyampaikan cerita-cerita baik tentang sang istri. Bangun persepsi positif ibu terhadap istri. Itu semua sangat tergantung kepada narasi apa yang sering disampaikan kepada sang ibu. Jika selama ini ia banyak cerita kekurangan istri, maka ibu pasti akan memiliki pandangan negatif tentang menantu perempuannya.
Jika selama ini ia sering menceritakan, betapa tidak enak masakan istrinya, tentu ibu akan percaya dengan anak lelakinya. Namun jika ia banyak memuji istri di hadapan ibu –misalnya tentang cita rasa masakan yang semakin berkualitas dari sang istri—maka ibu juga akan memiliki persepsi positif tentang menantunya.
Nah, peran suami benar-benar sangat vital untuk menjembatani ibu kandung dan istrinya. Bangunlah kedekatan dengan ibu, bahagiakan ibu dengan berbagai cara, serta sampaikan cerita positif tentang istri. Dengan kedekatan yang berhasil dibangun, dengan rasa bahagia sang ibu, ditambah cerita-cerita kebaikan tentang istri, niscaya perspesi ibu akan berubah.
Berikutnya, diikuti dengan perubahan sikap menantu. Jangan lagi mengungkit hal-hal yang telah berlalu. Bangun suasana baru dalam berinteraksi dengan ibu mertua. Tunjukkan bahwa Anda adalah menantu yang berbakti dan menghormati mertua –meski tahu bahwa sang mertua banyak kekurangannya.